[Manusia yang tidak tahu bakti pada orang tua,
ia tidak layak
menyandang predikat manusia.
Apalagi tak tahu budi berbakti pada
Ibu-nya.
Sebab Ibu adalah makhluk mulia yang melahirkan
anak-anaknya yang harus menanggung beban
dan mengasihi sepanjang kehidupannya.
Ia yang tidak tahu berbalas budi pada Ibu
yang melahirkan yang rela menjaga dan menyayangi.
Hidupnya tak akan terberkahi.
Ibu adalah bagai bumi yang memberikan
landasan kehidupan bagi anak-anaknya.
Demi anaknya rela berkorban nyawa.
Anak-anak yang tidak tahu terima kasih
dan menyakiti hati Ibu-nya, ia
tak layak atas surga.
Sebab Ibu adalah pintu terbukanya kebahagiaan
abadi.
Dari dahulu kala sampai kini,
bakti pada Ibu itu adalah kewajiban
manusia.
Semua manusia suci selalu mengutamakan tentang bakti ini.
Bagaimana sebagai anak boleh melupakan hal ini?]
Mengingat pesan Sang Guru tentang bakti ini.
Tanpa terasa air mata bercucuran.
Seiring turunnya rintik hujan.
Mengingat diri yang masih berlumur dosa
tak pernah menunjukkan bakti
pada Ibu yang tiada habis mengasihi.
Kasih Ibu yang tiada batas padaku.
Tak pernah lelah untuk menyayangiku.
Sementara aku lebih sibuk urusan sendiri sampai lupa menghibur
dan
memperhatikan Ibu yang sudah semakin tua.
Apabila tanpa ada ‘Hari Ibu’ ini,
pasti aku tak ingat akan kasih Ibu yang tak terkira.
Sosok yang paling baik di dunia.
Ibu, maafkan anakmu. Aku berharap.
Ibu baik-baik saja dan semoga Tuhan
akan selalu menjagamu.
Aku berjanji akan lebih memperhatikanmu dan
selalu mendoakan.
Selamat ‘Hari Ibu’, Ibu! Terima kasih akan kasih,
sayang dan perhatianmu
selama ini.
Terima kasih, Ibu. Ijinkan aku bersujud di kakimu
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar