“KECUALI
hari ini, berhubung karena kedatangan Tuan Hamka, biasa saya berada di
Paya Rao…,” ceritanya. Setiap hari dia turut bergotong royong bersama
rakyat di proyek itu.
Sambil tertawa dia kemudian bertanya “Masih
dituduh juga saya anti pembangunan?….” Pembicaraan yang tadinya berjalan
serius kemudian, berakhir dengan suasana penuh gelak tawa.
Beberapa
orang pembantu Daud dan orang-orang Pemda yang mengiringi Buya Hamka
dari Banda Aceh yang tadinya menunggu di luar, ketika waktu makan dan
sholat dzuhur ikut bersama kami sampai pertemuan berakhir.
Para
pejabat itu memberikan penjelasan tentang proyek irigasi yang sedang
dibangun ayah Daud itu. Saya memperhatikan kulit muka dan tangan beliau
yang berwarna hitam terkena sinar matahari.
Beberapa waktu
kemudian saya menyaksikan orang-orang datang bergantian, membawa bata
atau apa saja untuk membangun mesjid -yang waktu itu belum ada dinding
dan lantainya. Ada juga wanita-wanita membawa makanan untuk yang bekerja
di mesjid itu. Jelaslah bagi saya kesibukan Daud Beureueh saat itu,
membangun irigasi dan mesjid.
Buya Hamka memberi isarat dan mohon
diri untuk kembali ke Banda Aceh. Sebelum berpisah, kedua orang itu
kembali berangkulan seperti ketika datang tadi.
“Insya Allah saya
akan datang menjemput Presiden Soeharto, ke lapangan udara Blang
Bintang, bila Beliau tiba di Aceh”, ujar Daud Beureueh.
Sekitar
jam 9 atau jam 10 malam kami tiba di tempat penginapan. Keesokan
harinya, Buya Hamka dijemput oleh Wakil Gubernur, memenuhi undangan
makan siang di rumah Pak Gubernur. Janji Ayah Daud akan menjemput
Presiden di Blang Bintang, rupanya telah lebih dahulu di dengar
orang-orang Gubernur sebelum Buya datang, rupanya yang amat diharapkan.
Beberapa
hari setelah kami tiba di Jakarta, dibeberapa koran terpampang foto
Presiden Soeharto berjabat tangan dengan Daud Deureueh di lapangan udara
ketika beliau berkunjung ke Aceh untuk pertama kalinya.
Demikianlah
pengalaman penulis mengikuti Buya Hamka bertemu dengan Ulama Besar,
yang sebelumnya penulis kenal namanya di koran-koran. Sungguh suatu
pengalaman yang tak terlupakan.
Setelah itu beberapa kali penulis
baca tentang Daud Beureuh, misalnya tentang lawatan beliau ke luar
negeri menjelang pemilu tahun 1971 atas biaya pemerintah. Kemenangan
Parmusi tahun 1971 kemudian PPP dalam pemilu tangun 1977 dan sesudahnya,
akibat sikap ayah Daud yang konsisten memihak partai Islam itu.
Sekitar
tahun 78 Tengku Daud dibawa ke Jakarta untuk beberapa waktu, konon
untuk menjauhkannya dari Gerakan Aceh Merdeka. Terakhir berita-berita
tentang sikap beliau yang berubah memihak Golkar dalam usia menjelang 90
tahun pada pemilu baru lalu (1987-red).
Pada koran-koran yang
terbit, dimuat foto beliau dalam keadaan berbaring dan tak berdaya,
waktu itu konon ayah Daud menyatakan restunya agar Golkar menang di Aceh
dengan kata-katanya “Get, get…”.
Percaya atau tidak, konon berkat
restu itu, pada pemilu 87 untuk pertama kalinya Golkar berhasil meraih
kemenangan di daerah Istimewa Aceh.
Hari Rabu tanggal 10 Juni
(1987) Tengku Daud Beureueh berpulang ke Rahmatullah di Rumah Sakit
Zainoel Abidin Banda Aceh, akibat mengidap penyakit komplikasi beberapa
jenis penyakit lanjut usia : Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un.
Rakyat
Aceh dan segenap kaum Muslimin Indonesia, berduka cita ditinggalkan
seorang ulama dan pemimpin yang tiada gantinya. Nampaknya untuk kurun
waktu yang akan datang, sangat sulit umat Islam mengharap hadirnya
seorang Ulama yang memiliki wibawa yang begitu kuat, pendirian teguh dan
keberanian seperti dimiliki Teungku Daud Beureueh tatkala semasa
hidupnya.
Namun kita percaya, jejak yang ditinggalkanya tidak akan
terhapus begitu saja oleh perkembangan Zaman. Jejak itu terbentang
terus bagi generasi muda Aceh pewaris cita-cita beliau.
HABIS
Penulis
artikel ini (tidak menyebutkan namanya) adalah sekretaris Buya Hamka,
yang menyertai kunjungan Buya ke Aceh untuk menemui Daud Beurueh (di
Beureunuen), Sesuai amanat yang diberikan oleh Presiden. Penulis
menceritakan apa-apa saja yang penulis dengar dan lihat selama pertemuan
tersebut berlangsung.
Ditulis ulang dari Majalah Panji Masyarakat No. 543.
Sumber : Islampos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar