Dalam beberapa almanak Pemerintah Hindia
Belanda diterangkan bahwa Kota Singkil (Singkil pertama) telah dibangun
pada tahun 1841. Dijelaskan bahwa pada saat itu daerah tersebut
merupakan salah satu wilayah yang tergabung dalam Keresidenan Tapanuli.
Data atau informasi yang disajikan tersebut kiranya perlu disikapi
secara hati-hati, apakah Kota Singkil memang baru dibangun pertama kali
pada tahun 1841 atau pada saat itu kota tersebut hanya melanjutkan
program pembangunan yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi yang jelas
semenjak saat itu mulailah di Kota Singkil dibangun berbagai fasilitas
pemerintahan, seperti rumah controleur (1843), Pendopo (1847), Kantor
Keuangan (1850), Kantor Bea Cukai dan Pelabuhan (1850), dan sebuah
Rumah Sakit Militer (1949). Selain itu, dibangun pula pemukiman
penduduk dan pasar. Pada saat pemerintahan Belanda melakukan Sensus
Sosial Ekonomi pada tahun 1852 diterangkan, bahwa semua infrastruktur
yang telah dibangun sebelumnya masih dalam kondisi yang baik kecuali
rumah controleur. Kemudian pada tahun 1857 dibangun pula sebuah
penjara.
Secara geografis kota Singkil pertama terletak di sebelah barat kota Singkil yang sekarang yaitu tepatnya terletak di ujung kota Singkil. Bekas kota Singkil pertama tersebut saat ini terletak jauh di tengah laut dan daerah itu merupakan jalur yang berbahaya bagi pelayaran kapal. Para nelayan Singkil menyebut lokasi tersebut dengan nama Berok. Pada saat pasang surut kadang-kadang bekas bangunan perumahan penduduk pada jaman dahulu muncul ke permukaan dan dapat dilihat, terutama oleh nelayan-nelayan yang sedang menangkap ikan. Selain itu, bekas-bekas bangunan dan peralatan rumah tangga penduduk kota Singkil pertama sering pula didapatkan penduduk pada saat mereka melaut. Hanya sayangnya berbagai bukti sejarah tersebut tidak pernah diinventarisasi dan diteliti.
Setelah kota Singkil pertama hancur
mulailah pemerintah Belanda mempersiapkan sebuah kota baru yang
lokasinya agak menjorok ke darat dan persiapannya dimulai sejak tahun
1861 sampai tahun 1863. Kota tersebut mulai ditempati pada pertengahan
tahun 1863 dan dikenal dengan kota Singkil kedua. Kota Singkil kedua
tersebut terletak berseberangan dengan kota Singkil yang sekarang. Kota
Singkil kedua sering juga disebut dengan Singkil Lama. Sedangkan kota
Singkil yang sekarang disebut dengan Singkil Baru (Niew Singkil). Kota
Singkil kedua tersebut terpaksa harus ditinggalkan karena terjadinya
pendangkalan di muara sungai Singkil yang mengakibatkan jauhnya
kapal-kapal untuk bongkar muat barang, terutama untuk kepentingan
militer Belanda.
Kota Singkil sekarang terletak di tepi
muara sungai Singkil dan pinggir pantai barat Aceh. Kota Singkil
merupakan kota yang dipersiapkan Belanda sebagai pusat administrasi.
Sebelum memindahkan Kota Singkil lama tersebut, pemerintah Belanda
terlebih dahulu mengatur tata kota Singkil Baru dengan mendirikan
kantor-kantor pemerintah, rumah controleur, tangsi Militer, rumah
Beacukai, Dermaga, Mercusuar, Lapangan Bola Kaki, Gedung Sekolah,
lokasi rumah penduduk, dan pengaturan jalan-jalan. Rumah-rumah orang
Eropa sengaja dibangun tersendiri dan menghadap sebuah danau besar yang
semula merupakan alur sungai Singkil. Bekas danau tersebut saat ini
telah ditumbuhi berbagai tumbuhan rawa, seperti nipah dan eceng gondok
yang mengakibatkan terjadinya pendangkalan di muara sungai Singkil.
Pemerintah Hindia Belanda juga membangun
rumah Datuk Besar Singkil yang biasa disebut dengan Rumah Gadang dan
sebuah mesjid besar. Selain itu, pemerintah Hindia Belanda juga
membangun sebuah kantor pos serta kantor telegram yang dapat
menghubungkan kota Singkil dengan berbagai kota lainnya di Indonesia.
Sebagian bangunan peninggalan Belanda tersebut masih dapat dijumpai di
kota Singkil seperti rumah Gadang, rumah controleur dan dermaga.
Sebaliknya bekas-bekas rumah orang Eropa kebanyakan sudah diruntuhkan
dan diganti dengan bangunan kantor pemerintah.
Wilayah Singkil yang terletak di pantai
barat Sumatera, berdasarkan keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal
10 Oktober 1908 No. 3 serta Stbl. No. 604 tahun 1908, sebagai berikut:
Di pantai Lautan Hindia (Indonesia) pada ketinggian puncak dari Blang Sulpa ke Lae Muntu, kemudian ke arah kanan dari ujung sungai dan terdapat jalan kecil dari pangkalan Cinendang yang membelah dari Sukananing dan pangkalan Puge. Dari pangkalan Puge sampai ketinggian puncak Dleng Pemberangan dan Deleng Belilingen, Deleng Cambaren, Deleng Pangulubalang, Deleng Pabaken Singkeruh ke Muara Sibalik. Selanjutnya menuju ke depan dari seberang Simpang Kiri ke Lae Bengkong dengan perbatasan sungai. Garis perbatasan utara Singkil dengan Alas dapat dilihat dari Lae Bengkong sampai pantai laut Itam.
Di pantai Lautan Hindia (Indonesia) pada ketinggian puncak dari Blang Sulpa ke Lae Muntu, kemudian ke arah kanan dari ujung sungai dan terdapat jalan kecil dari pangkalan Cinendang yang membelah dari Sukananing dan pangkalan Puge. Dari pangkalan Puge sampai ketinggian puncak Dleng Pemberangan dan Deleng Belilingen, Deleng Cambaren, Deleng Pangulubalang, Deleng Pabaken Singkeruh ke Muara Sibalik. Selanjutnya menuju ke depan dari seberang Simpang Kiri ke Lae Bengkong dengan perbatasan sungai. Garis perbatasan utara Singkil dengan Alas dapat dilihat dari Lae Bengkong sampai pantai laut Itam.
Perbatasan sebelah barat sesuai
dengan surat keputusan Gubernur Hindia Belanda pada tanggal 27 Januari
1930 No. 32/p.z, sebagai berikut: sebelah kiri dari Alur Putih atau
arah timur menuju Gunung Manu dan ke arah selatan menuju Titi Orat.
Dari Titi Orat ke arah Selatan menuju Titi Toro. Arah sebelah barat
menuju Suak Mangkuto sampai ke ujung Lintang Utara sungai-sungai yang
membelok dari arah barat kemudian ke batas berikutnya sampai pada
tempat Mampelam dan terakhir ke arah kanan Barat Daya mengarah ke Ujung
Pasir Galak. Sebelah selatan merupakan batas lautan Indonesia termasuk
Pulau Banyak di sebelah barat daya Singkil serta lima pulau besar di
Ujung Manuk-Manuk.
Sumber: Sudirman dalam “Sejarah Maritim Singkil”http://acehsingkil.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar