Pada ababd XVII kekuasaan VOC makin kokoh
dan keuntungannya semakin besar. Keuntungan yang besar ini diperoleh
karena raja-raja di Indonesia akhirnya harus menyerahkan hasil-hasil
tanaman dalam bentuk sumbangan paksa (verplichte leverantien). Di
samping itu masih ada contingenten, upeti-upeti dalam bentuk barang
dagangan tanpa pengganti dari VOC.
Keserakahan dan nafsu mencari untung sebesar-besarnya yang dilakukan oleh VOC Belanda menimbulkan konflik dengan para penguasa daerah yang dirugikan. Perlawanan-perlawanan pun akhirnya tidak dapat dihindari sehingga terjadilah pertempuran, walaupun perlawanan-perlawanan itu akhirnya dapat ditumpas.
Belanda berusaha memperluas daerah
pengaruh kekuasaannya di pulau Sumatera. Kepala-kepala daerah diminta
untuk bekerja sama dengan Belanda dan hanya dibolehkan berdagang dengan
Belanda. Bagi para penguasa daerah yang menentang, akan ditundukkan
dengan kekerasan.
Setelah Belanda berhasil menguasai
Bengkulu, Riau, Padang dan sebagian Sumatera Utara, Belanda mulai
melirik daerah Singkil. Daerah Singkil yang memiliki hasil bumi yang
melimpah, terutama pala, lada, rotan, kemenyan, kapur barus dan hasil
hutan lainnya harus jatuh ke tangan VOC. Pada tahun 1670, VOC Belanda
meminta Haji Lebei Dapha menerima kehadiran kapal dagang Belanda.
Mengingat Belanda hanya ingin berdagang, penguasa Singkil tersebut
dengan senang hati menerima kehadirannya. Bahkan dijalin kerja sama
perdagangan rempah-rempah dengan Belanda. Semula keuntungan dagang yang
diperoleh cukup besar karena Belanda bersedia membeli rempah-rempah
dari Singkil dengan harga mahal.
Pada saat bersamaan dengan kehadiran
Belanda, Haji Lebei Dapha sedang berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan Kesultanan Aceh. Hal ini dilakukan karena upeti yang harus
dibayarkan kepada Sultan Aceh dirasa sangat memberatkan. Lebih dari
itu, barang-barang produksi dari Singkil harus dijual dengan harga yang
telah ditetapkan kepada Sultan Aceh. Karena Singkil merasa tidak bebas
berdagang dengan bangsa lain, menyebabkan kehadiran Belanda dianggap
sebagai dewa penolong dan menjalin hubungan kerjasama yang baik. Atas
dasar inilah, akhirnya Haji Lebei Dapha memberi hak istimewa kepada VOC
Belanda, dengan harapan VOC Belanda bersedia membantu Raja Singkil
melepaskan diri dari kekuasaan Sultan Aceh.
Atas bantuan VOC Belanda, Raja Singkil
berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Sultan Aceh. Sebagai upahnya,
pada tanggal 14 Maret 1672 VOC Belanda memaksa penguasa daerah tersebut
untuk menandatangani surat perjanjian yang sangat merugikan kerajaan
Singkil. Adapun isi perjajian bilateral tersebut di antaranya yaitu :
(1). Kerajaan Singkil harus setia sepenuhnya kepada Belanda; (2). Semua
hasil bumi harus dijual kepada asosiasi dagang Belanda atau VOC dengan
harga yang ditentukan oleh pihak Belanda. Ternyata Belanda sangat
licik dan penipu. Bantuan yang diminta untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Sultan Aceh justru jadi bumerang yang menyebabkan Singkil
akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Sebagai raja kecil, ia tidak ada
pilihan lain selain harus menerima persyaratan yang disodorkan pihak
Belanda. Perjajian bilateral yang dibuat pada tanggal 14 Maret 1672
dengan berat hati terpasksa ditandatangani oleh Haji Lebei Dapha.
Walaupun dengan terpaksa Haji Lebei
Dapha menerima keinginan Belanda, tetapi ada juga tokoh-tokoh
masyarakat Singkil yang menentangnya. Salah satu di antaranya yaitu
seorang penghulu Singkil yang bernama Raja Lela Setia dengan keras
menentang perjanjia yang sangat merugikan tersebut. Ia menyatakan akan
tetap setia kepada kesultanan Aceh dan anti terhadap belanda. Oleh
karena itu, ia berusaha menjual hasil rempah-rempah Singkil ke daerah
lain. Pembangkakang itu membuat Belanda berang dan mengancam akan
menghukumnya. Raja Lela Setia tidak takut ultimatum Belanda tersebut.
Akhirnya Belanda mengirim satu kompi pasukan perang ke Singkil untuk
menangkap Raja Lela Setia dan para pengikutnya.
Sebelum tentara Belanda datang, Raja
Lela Setia melarikan diri sehingga penangkapan atas diri dan
pengikutnya tidak berhasil. Belanda kemudian memaksa penghulu Singkil
lainnya untuk membantu menangkapnya. Namun usaha ini juga tidak
berhasil. Untuk memantapkan kekuasaannya di Singkil, Belanda kemudian
memperbaharui perjanjian yang telah dibuatnya dahulu dengan perjanjian
baru yang isinya : (1). Seluruh hasil bumi Singkil harus diserahkan
kepada Belanda dengan harga yang sangat rendah; (2). Para penghulu
Singkil diwajibkan untuk mengusir Raja Lela Setia apabila kembali ke
Singkil.
Pada tanggal 12 Februari 1681, Belanda
menyodorkan surat perjanjian baru kepada para penguasa daerah di
Singkil. Pihak Belanda diwakili oleh Jan Vaan Leene dan Aren Silvius.
Sedangkan raja-raja Singkil yang dipaksa menandatangani perjanjian baru
tersebut di antaranya yaitu : Raja Indra Mulia (penguasa wilayah kanan
sungai), Mashoera Diraja (penguasa wilayah kiri sungai), Raja Setia
Bakti, Penghulu Siking Tousian, Penghulu Banti Panjang Tonsidin,
Penghulu Batu-Batu, Penghulu Perbentjein, Penghulu Kota Baru, Pang
Hitam. Adapun yang menjadi saksi perjanjian tersebut adalah utusan dari
Kerajaan Barus.
Pascapenandatanganan perjanjian
tersebut, menyebabkan kedudukan Raja Lela Setia digantikan oleh Masoera
Diraja. Pada masa pemerintahan Raja Pedytam, perjanjian tersebut
dirasa sangat menyakitkan dan merugikan pihak Singkil. Rakyat menjadi
sangat menderita karena hasil panennya hanya dibeli dengan harga murah
sehingga tidak dapat untuk menutup kebutuhan hidupnya. Raja Pytam ingin
menolong penderitaan rakyatnya, namun beliau tidak berani melawan
secara terang-terangan. Ia hanya dapat menyuruh Minuasa memimpin
sekelompok orang kepercayaan untuk menyembunyikan hasil bumi dan
menjualnya ke pelabuhan lain melalui penyelundupan atau perdagangan
gelap. Semula penyelundupan ini aman-aman saja sehingga dapat sedikit
membantu mendongkrak perekonomian rakyat. Namun lama-kelamaan usaha
perdagangan gelap tersebut dapat diketahui Belanda. Pihak Belanda marah
dan menyiapkan satu kompi pasukan untuk menyergap kawanan penyelundup
tersebut. Karena tidak menyangka akan adanya serangan dadakan, maka
banyak anak buah Minuasa yang berhasil ditangkap tentara Belanda.
Setelah kejadian itu, Belanda melakukan
pembaharuan perjanjian lagi. Pada tanggal 8 Juni 1707 Belanda memaksa
wakil dari penguasa Singkil untuk menandatangani perjanjian tersebut.
Adapun isinya merupakan penyempurnaan isi perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya, ditambah dengan pernyataan bahwa penguasa Singkil yang
tunduk pada Belanda harus mencari dan menangkap orang-orang yang anti
Belanda.
Tindakan Belanda yang merugikan masyarakat Singkil tersebut menyebabkan rakyat menderita. Hal tersebut akhirnya diketahui pula oleh Inggris. Oleh karena itulah dengan kedok ingin menolong rakyat Singkil dari kekejaman Belanda, Inggris berusaha menanamkan pengaruhnya di Singkil. Memasuki abad XVII, perusahaan dagang Inggris yang tergabung dalam East Indian Company berusaha menanamkan pengaruhnya di Singkil. Setelah Inggris memantapkan kekuasaannya di kawasan Bengkulu (Fort Marlborough), Natal, Poncan dan Barus, perusahaan dagang Inggris berusaha mencari hasil bumi di wilayah Singkil. Secara diam-diam para penguasa Singkil melakukan hubungan dagang dengan Inggris. Hal tersebut menimbulkan pertentangan dengan Belanda yang telah lebih dahulu menguasai Singkil. Menyadari bahwa Singkil telah menjadi wilayah kekuasaan Belanda, Inggris kemudian meninggalkan Singkil.
http://acehsingkil.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar